Saturday, 22 February 2014

DUNIA YANG HANYA TUHAN TAU: DUNIA (PART 1)



Chapter One
Dunia....

Malam itu sebuah  bulan sabit bersinar terang dan menerawang masuk lewat celah jendela andika saat itu. rumahny yang diatas bukit memang tempat yang paling strategis untuk merasakan betapa indahnya terpaan angin musim kering malam itu. Andika berdiri diujung jendela sambil merentangkan kedua tangannya. Dia ingin sekali merasakan betapa hangatnya terpaan angin bulan juli melewati tubuhnya. Tapi, yang terjadi adalah dirinya saat ini hanya sesosok roh yang tak berwujud. Dia mungkin bisa terbang mengikuti alur angin musim kering setiap harinya, diapun bisa berpindah tempat sesukanya dan pergi ketempat yang dulunya hanya sebuah mimpi baginya. Dia ingin tetap demikian selamanya, namun itu harus dibayar mahal olehnya. Dia tidak lagi mampu merasakan hangatnya hembusan angn bulan juli setiap harinya seperti dulu. Diapun tidak bisa lagi mencium bau tanah yang ditimpa air hujan saat musim basah menyelimuti kota di bulan Januari. Dia bahkan tidak lagi merasakan betapa dinginnya angin bulan desember yang menyergapi seluruh sumsumnya saat angin itu berhembus kencang. Yang bisa dia lakukan bisa melihat ibunya menangis dan ayahnya yang sudah putus asa dengan wujud manusianya yang sedang berbaring tertidur tak berdaya karena tanpa bantuan alat bantu pernafasan yang membungkus hidung dan mulutnya sedangkan alat lainnya tetap memacu jantungnya untuk bekerja dia akan bertemu dengan penciptanya.
Lama Andika memandangi tubuhnya yang tidak berdaya itu didepannya. Memikirkan kejadian setahun lalu saat tiba tiba saja rohnya yang suka berwisata keluar dari tubuh manusianya setiap kali Andika tertidur tidak bsia kembali lagi ke wadahnya itu. entah apa menahannya untuk kembali ketubuh manusianya itu. tapi yang jelas, seakan akan ada mantra khusus yang mengikat tubuh dan rohnya terus terpisah seperti ini. Entahlah, yang  dia tau malam malam berikutnya, tubuh manusianya tidak bisa bangun  dan membuatnya tetap dalam wujud roh selama setahun ini. Dia sudah bosan melihat orang tuanya bertengkar di depan tubuh manusianya yang tidak berdaya membicarakan tentang kelanjutan masa depan anakknya yang terbaaring koma tanpa sebab. Dia juga sudah bosan mendengar cerita cerita membosankan yang terlontar dari mulut Janet, adiknya tentang lelaki idamannya karena merasa hanya Andikalah yang mau mendengar cerita cerita anehnya itu. dia sudah bosan menjadi roh tapi tidak juga ingin mati. Mati adalah hal yang paling ditakutinya, namun menjadi roh gentayangan seperti ini lebih ditakutinya. Baginya hidup bebas seeprti roh yang dia miliki seperti sekarang ini adalah impiannya tapi, untuk apa hidup bebas namun dalam wujud roh yang tidak bisa menyentuh apapun. Bukankah itu sesuatu yang sia-sia.
Pikirannya berkecamuk, dia teringat sebulan lalu dengan seorang pendeta yang ditemuinya. Saat itu dia sedang berjalan jalan di taman saat seorang pendeta melintas dan mencoba menangkapnya. Alih alih membawanya ke the death terdekat, dia malah menawarkan Andika sesuatu. Sesuatu yang selama ini andika bahkan makhluk di dunia ini inginkan melebihi segala harta di dunia ini.
   “aku akan memberikanmu keabadian” Jawab pendeta itu saat Andika bertanya tentang keinginan terdalamnya.
   “berapa yang harus kubayar?” Tanya Andika lagi. perkataan pendeta itu mulai menggelitiknya tentang penawaran apa yang harus dia berikan pada si pendeta untuk mendapatkan keabadian itu.
   “cukup memainkan peran yang kuberikan padamu sudah cukup anak muda” jawab Pendeta itu lagi dengan mata hitam sekelam malamnya. Andika masih teringat dengan senyuman licik dari si pendeta saat mereka bersalaman pertanda dia menginginkan penawaran yang diberikan oleh pendeta itu padanya.
Andika menengadah kelangit, hari ini bulan sabit ke-10 setelah pertemuannya dengan pendeta itu. si pendeta pernah berkata, jika dia benar benar berniat bergabung dengan klub si pendeta. Dia harus menemui si pendeta di taman yang sama dan keabadian akan menjadi hadiahnya. Andika bergegas ke tempat yang dijanjikan oleh Pendeta itu. dia langsung melompat dari jendela kamarnya yang berada di lantai tiga dan menghilang bersamaan dengan semilir angin bulan Juli.
   “aku kira kau tidak akan datang” Kata si pendeta yang sedang duduk manis di atas bangku taman. Dia melipat tangannya di dada sambil melihat jam ditangannya. Awalnya si pendeta mengira Andika adalah roh yang penakut karena sudah hampir tengah malam dia tidak datang ke tempat yang dijanjikannya.
   “apa aku terlambat?” Tanya Andika lagi. dia tidak ingin kesempatan untuk hidup abadinya hilang hanya karena hal sepele. Si pendeta menggeleng yang membuat Andika merasa lega. Udara seakan akan dengan leluasa masuk ke paru parunya saat itu. Si pendeta menggeser posisi duduknya dan mempersilahkan Andika untuk duduk disampingnya.
   “ambil ini. jika kau berhasil mejalankan misi ini. Maka keabadian adalah milikmu” KAta si pendeta enteng. Dia memberikan 3 buah dokumen yang dimasukan  dalam map berwarna biru ke Andika.
Andika membuka dokumen itu. di dokumen pertama dia melihat sebuah foto lelaki berambut pendek dengan mata coklat sedang duduk di sebuah café di kotanya. Gambar itu diambil secara sembunyi sembunyi sehingga ada beberapa detail dari ciri ciri lelaki itu cukup membingungkan Andika. Dia kembali membuka lembaran lain di dokumen itu. di halaman kedua, tertulis banyak informasi tentang lelaki itu. berapa tingginya, berat badannya dan kebiasaan si lelaki itu tertulis disana. Nama lelaki itu adalah Kultana. nama yang cukup menakutkan untuk didengar. Yang menjadi sorotannya adalah status pekerjaan si lelaki yang tidak pernah di dengarnya.
“yamadipati? Pekerjaan apa itu?” Tanya Andika bingung. Si pendeta yang tadinya sedang menikmati indahnya bulan sabit secara langsung di hamparan terbuka dengan wajah licik menoleh kearahnya.
“malaikat pencabut nyawa” jawab si pendeta lantang.
Andika langsung merinding karena dia harus berurusan dengan malaikat pencabut nyawa yang paling ditakutinya. Untuk sejenak dia berfikir untuk mundur dari misi itu karena  jika misi yang diberikan si pendeta itu gagal, nyawanya lah yang menjadi taruhannya. Andika meletakan dokumen si lelaki itu diantara tempatnya dan si pendeta duduk. Si pendeta memperhatikan raut wajah Andika yang mulai ketakutan dengan wajah datar. Dia tahu benar Andika berencana ingin mengurungkan niatnya untuk mengambil misi bersamanya.
“apa kau takut?” Tanya si pendeta dingin.” Kau tidak akan berhubungan langsung dengannya tenang saja. Ada seorang wanita yang akan menolongmu dari cengkaraman orang itu jadi kau akan terus merasa aman.” Sambung si pendeta lagi.
“wanita?!” tanya Andika bingung.
Si pendeta melirik ketumpukan dokumen disampingnya. Dia menggerakan jari jemari di tangan kananya ke udara. Bluk!! Dokumen yang dimaksud oleh si pendeta terjatuh dengan sendirinya di hadapan Andika seperti ada yang menariknya. Si pendeta menyondongkan tubuhnya ke depan. Dia menaruh kedua tangannya di lututnya sedangkan jarinya sibuk bergerak seperti sedang membuka lembaran buku. Andika memperhatikan dokumen yang tergeletak di tanah itu. dia merasa takjub karena dokumen itu terbuka dengan sendirinya mengikuti alunan jari jemari si pendeta. Saat sampai halaman yang dimaksudnya, si pendeta berhenti menggerakan jari jemarinya. Halaman itu berisi sebuah foto seorang gadis berpakian sedikit tomboi dengan topi dikepalanya dan menggendong ransel sedang keluar dari sebuah pusat perbelanjaan yang ada dikotanya. Andika memungut foto gadis itu dan memandanginya dalam dalam. Sepertinya  dia mengenal gadis itu tapi dia lupa dimana tepatnya mereka bertemu.
“wanita itu yang akan membantumu.” Kata si pendeta datar. “ namanya Angela. Dia adalah seorang the guardian. Dia akan melindungimu dengan seluruh jiwanya dari malaikat kematian itu.” sambungnya lagi
“lalu, apa tugasku?”
“mudah saja. Hanya membuat mereka sibuk selama aku mengerjakan pekerjaanku.” Jawab  si pendeta “apa kau masih ingin mundur dari misi mudah ini?” sambungnya lagi. dia meminta kejelasan dari Andika untuk melakukan tugasnya.
“hanya itu? dan aku akan mendapatkan keabadian?”
“bukan hanya itu. kau akan tetap memiliki keistimewaanmu sebagai hantu jika misimu berhasil” tambah Si pendeta yang membuat Andika semakin tergiur untuk bergabung dengan rencana si pendeta itu.
“jika aku gagal?”
“kau akan bangun dari tidurmu dan kembali menjadi manusia biasa. Mudah” jawab si pendeta enteng.”lagipula kau tidak akan berguna untukku jika kau gagal, bukan” sambungnya dengan nada meremehkan.
Andika memicingkan matanya tanda tidak percaya. Apakah si pendeta itu baik hati atau sedang mempermainkannya. Gagal ataupun tidak misi yang harus dijalankan oleh Andika dia tetap saja mendapatkan keuntungan. Dia mulai ragu dengan  penawaran yang dilakukan oleh si pendeta itu dan mulai mempertanyakan keselematan dirinya sendiri.
Si pendeta mengajukan tangan kanannya “apa kita sepakat?” tanyanya.
Andika tidak menjawab dia masih sibuk menentukan keputusan yang harus diambilnya. Jika dia tidak mengambil penawaran yang langka dari si pendeta dia akan terus terperangkap dengan keadaan kaku seperti tubuh manungsanya. Dia tidak menginginkan itu. dia ingin bebas sperti sekarang dan keabadian seperti yang dijanjikan oleh si pendeta. jika dia mengambil kesempatan langka itu mungkin dia mendapatkan apa yang dia mau tapi dengan konsekuensi yang mungkin membuatnya tidak akan pernah terbangun dari komanya. Dia benar-benar dalam keadaan dilema. Tanpa adanya jaminan pasti penawaran itu nantinya pasti akan menjadi bumerang baginya.
“bagaimana kalau kau ingkar janji?” tanya ANdika memastikan tiket penyelamatnya.
Si pendeta mencibir. “hanya manusia yang melakukan itu anak muda.” Jawab si pendeta. Dia beranjak dari tempat duduknya dan menatap langit sekali lagi. jika Andika benar benar mengambil kesempatan itu. dia bisa memulai rencananya untuk membalas penghuni langit tentang apa yang telah dilakukan oleh mereka padanya.
“aku setuju” Jawab Andika lantang. Dia benar benar bulat mengambil kesempatan untuk hidup abadi. Dengan keabadian dia tdiak lagi tergantung  dengan keluarganya  yang membosankan itu. Dia mengajukan tangannya ke arah Si pendeta. Si pendeta tersenyum, dan membalas tangan Andika. Mereka bersalaman sebagai pertanda persetujuan antara mereka sudah dibuat. Selama mereka bersalaman, sebuah asap hitam melingkar diantara tangan mereka dan menghilang dalam sekejap seiring sapuan tangan dari si pendeta di atas asap itu.
“untuk apa itu!!!” tanya Andika. Dia merasa aneh setelah asap hitam itu menghilang tangannya terasa terbelenggu oleh rantai yang sangat kuat. Dia menarik lengan kemeja panjangnya keatas. Dia terkejut saat melihat sebuah rantai berwarna hitam bersarang ditangan kanannya. Rantai itu seakan akan menjerat lengannya dengan ketat dan sulit dilepaskan.
“agar kau tidak ingkar janji” jawab si pendeta enteng. “itu adalah rantai sumpah, jika kau melanggar janjimu, lari dari tanggung jawabmu, atau ditengah perjalanan kau ingin menghentikan perjanjian kita. Rantai itu akan membunuhmu.” Sambungnya lagi.
“hei, aku tidak akan ingkar janji.” Kata Andika dengan nada protes.
Si pendeta kembali mencibir. Dia menatap mata Andika dalam dalam lalu tersenyuk sinis. “manusia selalu ingkar janji, anak muda. Mereka ditakdirkan begitu. Apa aku salah menjaga diri dari kemungkinan itu” katanya sinis. Baginya manusia adalah makhluk yang tidak bisa dipercaya dan sering berlari dari tanggung jawab mereka.
“bagaimana denganmu sendiri?”
“sudah kubilang hanya manusia yang  ingkar janji bukan” kata si pendeta tepat  di samping telinga Andika. Dia menepuk bahu Andika lalu pergi meninggalkan Andika yang sibuk melepaskan rantai sumpah itu dari tangannya. Seiring dengan langkah si pendeta yang semakin menjauh. Muncul kabut aneh yang pekat menutupi langkah yang ditinggalkan oleh si pendeta. Kabut yang cukup tebal untuk bulan Juli yang kering. Si pendeta lalu menghilang seperti kilat di dalam kabut. Setelah menghilangnya si pendeta, angin bulan juli yang hangat muncul kembali menyapu kabut misteri itu dari taman yang kosong meninggalkan Andika sendiri dibawah bulan sabit.
Andika terduduk lesu di bangku taman itu sendirian. Dia sudah mengerahkan semua tenaganya untuk melepaskan rantai sumpah itu tapi tidak berhasil. Dia memungut foto Angela dan Kultana lalu dibawanya pulang. Dia sudah siap memainkan perannya. Dia tidak memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh si pendeta. Yang terpenting baginya saat ini adalah menjalankan tugasnya dan mendapatkan keabadian yang selalu di dambakannya selama ini.

No comments:

Post a Comment