Chapter One
Dunia....
Malam itu sebuah bulan sabit bersinar terang dan menerawang
masuk lewat celah jendela andika saat itu. rumahny yang diatas bukit memang
tempat yang paling strategis untuk merasakan betapa indahnya terpaan angin
musim kering malam itu. Andika berdiri diujung jendela sambil merentangkan
kedua tangannya. Dia ingin sekali merasakan betapa hangatnya terpaan angin
bulan juli melewati tubuhnya. Tapi, yang terjadi adalah dirinya saat ini hanya
sesosok roh yang tak berwujud. Dia mungkin bisa terbang mengikuti alur angin
musim kering setiap harinya, diapun bisa berpindah tempat sesukanya dan pergi
ketempat yang dulunya hanya sebuah mimpi baginya. Dia ingin tetap demikian
selamanya, namun itu harus dibayar mahal olehnya. Dia tidak lagi mampu
merasakan hangatnya hembusan angn bulan juli setiap harinya seperti dulu. Diapun
tidak bisa lagi mencium bau tanah yang ditimpa air hujan saat musim basah
menyelimuti kota di bulan Januari. Dia bahkan tidak lagi merasakan betapa
dinginnya angin bulan desember yang menyergapi seluruh sumsumnya saat angin itu
berhembus kencang. Yang bisa dia lakukan bisa melihat ibunya menangis dan
ayahnya yang sudah putus asa dengan wujud manusianya yang sedang berbaring
tertidur tak berdaya karena tanpa bantuan alat bantu pernafasan yang membungkus
hidung dan mulutnya sedangkan alat lainnya tetap memacu jantungnya untuk
bekerja dia akan bertemu dengan penciptanya.
Lama Andika memandangi tubuhnya yang tidak
berdaya itu didepannya. Memikirkan kejadian setahun lalu saat tiba tiba saja
rohnya yang suka berwisata keluar dari tubuh manusianya setiap kali Andika
tertidur tidak bsia kembali lagi ke wadahnya itu. entah apa menahannya untuk
kembali ketubuh manusianya itu. tapi yang jelas, seakan akan ada mantra khusus
yang mengikat tubuh dan rohnya terus terpisah seperti ini. Entahlah, yang dia tau malam malam berikutnya, tubuh
manusianya tidak bisa bangun dan
membuatnya tetap dalam wujud roh selama setahun ini. Dia sudah bosan melihat
orang tuanya bertengkar di depan tubuh manusianya yang tidak berdaya
membicarakan tentang kelanjutan masa depan anakknya yang terbaaring koma tanpa
sebab. Dia juga sudah bosan mendengar cerita cerita membosankan yang terlontar
dari mulut Janet, adiknya tentang lelaki idamannya karena merasa hanya
Andikalah yang mau mendengar cerita cerita anehnya itu. dia sudah bosan menjadi
roh tapi tidak juga ingin mati. Mati adalah hal yang paling ditakutinya, namun
menjadi roh gentayangan seperti ini lebih ditakutinya. Baginya hidup bebas
seeprti roh yang dia miliki seperti sekarang ini adalah impiannya tapi, untuk
apa hidup bebas namun dalam wujud roh yang tidak bisa menyentuh apapun.
Bukankah itu sesuatu yang sia-sia.
Pikirannya berkecamuk, dia teringat sebulan
lalu dengan seorang pendeta yang ditemuinya. Saat itu dia sedang berjalan jalan
di taman saat seorang pendeta melintas dan mencoba menangkapnya. Alih alih
membawanya ke the death terdekat, dia malah menawarkan Andika sesuatu. Sesuatu
yang selama ini andika bahkan makhluk di dunia ini inginkan melebihi segala
harta di dunia ini.
“aku
akan memberikanmu keabadian” Jawab pendeta itu saat Andika bertanya tentang
keinginan terdalamnya.
“berapa
yang harus kubayar?” Tanya Andika lagi. perkataan pendeta itu mulai
menggelitiknya tentang penawaran apa yang harus dia berikan pada si pendeta
untuk mendapatkan keabadian itu.
“cukup
memainkan peran yang kuberikan padamu sudah cukup anak muda” jawab Pendeta itu
lagi dengan mata hitam sekelam malamnya. Andika masih teringat dengan senyuman
licik dari si pendeta saat mereka bersalaman pertanda dia menginginkan
penawaran yang diberikan oleh pendeta itu padanya.
Andika menengadah kelangit, hari ini bulan
sabit ke-10 setelah pertemuannya dengan pendeta itu. si pendeta pernah berkata,
jika dia benar benar berniat bergabung dengan klub si pendeta. Dia harus
menemui si pendeta di taman yang sama dan keabadian akan menjadi hadiahnya.
Andika bergegas ke tempat yang dijanjikan oleh Pendeta itu. dia langsung
melompat dari jendela kamarnya yang berada di lantai tiga dan menghilang
bersamaan dengan semilir angin bulan Juli.
“aku
kira kau tidak akan datang” Kata si pendeta yang sedang duduk manis di atas
bangku taman. Dia melipat tangannya di dada sambil melihat jam ditangannya.
Awalnya si pendeta mengira Andika adalah roh yang penakut karena sudah hampir
tengah malam dia tidak datang ke tempat yang dijanjikannya.
“apa
aku terlambat?” Tanya Andika lagi. dia tidak ingin kesempatan untuk hidup
abadinya hilang hanya karena hal sepele. Si pendeta menggeleng yang membuat
Andika merasa lega. Udara seakan akan dengan leluasa masuk ke paru parunya saat
itu. Si pendeta menggeser posisi duduknya dan mempersilahkan Andika untuk duduk
disampingnya.
“ambil
ini. jika kau berhasil mejalankan misi ini. Maka keabadian adalah milikmu” KAta
si pendeta enteng. Dia memberikan 3 buah dokumen yang dimasukan dalam map berwarna biru ke Andika.
Andika membuka dokumen itu. di dokumen pertama
dia melihat sebuah foto lelaki berambut pendek dengan mata coklat sedang duduk
di sebuah café di kotanya. Gambar itu diambil secara sembunyi sembunyi sehingga
ada beberapa detail dari ciri ciri lelaki itu cukup membingungkan Andika. Dia
kembali membuka lembaran lain di dokumen itu. di halaman kedua, tertulis banyak
informasi tentang lelaki itu. berapa tingginya, berat badannya dan kebiasaan si
lelaki itu tertulis disana. Nama lelaki itu adalah Kultana. nama yang cukup
menakutkan untuk didengar. Yang menjadi sorotannya adalah status pekerjaan si
lelaki yang tidak pernah di dengarnya.
“yamadipati? Pekerjaan apa itu?” Tanya Andika
bingung. Si pendeta yang tadinya sedang menikmati indahnya bulan sabit secara
langsung di hamparan terbuka dengan wajah licik menoleh kearahnya.
“malaikat pencabut nyawa” jawab si pendeta
lantang.
Andika langsung merinding karena dia harus
berurusan dengan malaikat pencabut nyawa yang paling ditakutinya. Untuk sejenak
dia berfikir untuk mundur dari misi itu karena
jika misi yang diberikan si pendeta itu gagal, nyawanya lah yang menjadi
taruhannya. Andika meletakan dokumen si lelaki itu diantara tempatnya dan si
pendeta duduk. Si pendeta memperhatikan raut wajah Andika yang mulai ketakutan
dengan wajah datar. Dia tahu benar Andika berencana ingin mengurungkan niatnya
untuk mengambil misi bersamanya.
“apa kau takut?” Tanya si pendeta dingin.” Kau
tidak akan berhubungan langsung dengannya tenang saja. Ada seorang wanita yang
akan menolongmu dari cengkaraman orang itu jadi kau akan terus merasa aman.”
Sambung si pendeta lagi.
“wanita?!” tanya Andika bingung.
Si pendeta melirik ketumpukan dokumen
disampingnya. Dia menggerakan jari jemari di tangan kananya ke udara. Bluk!!
Dokumen yang dimaksud oleh si pendeta terjatuh dengan sendirinya di hadapan
Andika seperti ada yang menariknya. Si pendeta menyondongkan tubuhnya ke depan.
Dia menaruh kedua tangannya di lututnya sedangkan jarinya sibuk bergerak
seperti sedang membuka lembaran buku. Andika memperhatikan dokumen yang
tergeletak di tanah itu. dia merasa takjub karena dokumen itu terbuka dengan
sendirinya mengikuti alunan jari jemari si pendeta. Saat sampai halaman yang
dimaksudnya, si pendeta berhenti menggerakan jari jemarinya. Halaman itu berisi
sebuah foto seorang gadis berpakian sedikit tomboi dengan topi dikepalanya dan
menggendong ransel sedang keluar dari sebuah pusat perbelanjaan yang ada
dikotanya. Andika memungut foto gadis itu dan memandanginya dalam dalam.
Sepertinya dia mengenal gadis itu tapi
dia lupa dimana tepatnya mereka bertemu.
“wanita itu yang akan membantumu.” Kata si
pendeta datar. “ namanya Angela. Dia adalah seorang the guardian. Dia akan
melindungimu dengan seluruh jiwanya dari malaikat kematian itu.” sambungnya
lagi
“lalu, apa tugasku?”
“mudah saja. Hanya membuat mereka sibuk selama
aku mengerjakan pekerjaanku.” Jawab si
pendeta “apa kau masih ingin mundur dari misi mudah ini?” sambungnya lagi. dia
meminta kejelasan dari Andika untuk melakukan tugasnya.
“hanya itu? dan aku akan mendapatkan
keabadian?”
“bukan hanya itu. kau akan tetap memiliki
keistimewaanmu sebagai hantu jika misimu berhasil” tambah Si pendeta yang
membuat Andika semakin tergiur untuk bergabung dengan rencana si pendeta itu.
“jika aku gagal?”
“kau akan bangun dari tidurmu dan kembali
menjadi manusia biasa. Mudah” jawab si pendeta enteng.”lagipula kau tidak akan
berguna untukku jika kau gagal, bukan” sambungnya dengan nada meremehkan.
Andika memicingkan matanya tanda tidak percaya.
Apakah si pendeta itu baik hati atau sedang mempermainkannya. Gagal ataupun
tidak misi yang harus dijalankan oleh Andika dia tetap saja mendapatkan
keuntungan. Dia mulai ragu dengan
penawaran yang dilakukan oleh si pendeta itu dan mulai mempertanyakan
keselematan dirinya sendiri.
Si pendeta mengajukan tangan kanannya “apa kita
sepakat?” tanyanya.
Andika tidak menjawab dia masih sibuk
menentukan keputusan yang harus diambilnya. Jika dia tidak mengambil penawaran
yang langka dari si pendeta dia akan terus terperangkap dengan keadaan kaku
seperti tubuh manungsanya. Dia tidak menginginkan itu. dia ingin bebas sperti
sekarang dan keabadian seperti yang dijanjikan oleh si pendeta. jika dia
mengambil kesempatan langka itu mungkin dia mendapatkan apa yang dia mau tapi
dengan konsekuensi yang mungkin membuatnya tidak akan pernah terbangun dari
komanya. Dia benar-benar dalam keadaan dilema. Tanpa adanya jaminan pasti
penawaran itu nantinya pasti akan menjadi bumerang baginya.
“bagaimana kalau kau ingkar janji?” tanya
ANdika memastikan tiket penyelamatnya.
Si pendeta mencibir. “hanya manusia yang
melakukan itu anak muda.” Jawab si pendeta. Dia beranjak dari tempat duduknya
dan menatap langit sekali lagi. jika Andika benar benar mengambil kesempatan
itu. dia bisa memulai rencananya untuk membalas penghuni langit tentang apa
yang telah dilakukan oleh mereka padanya.
“aku setuju” Jawab Andika lantang. Dia benar
benar bulat mengambil kesempatan untuk hidup abadi. Dengan keabadian dia tdiak
lagi tergantung dengan keluarganya yang membosankan itu. Dia mengajukan
tangannya ke arah Si pendeta. Si pendeta tersenyum, dan membalas tangan Andika.
Mereka bersalaman sebagai pertanda persetujuan antara mereka sudah dibuat.
Selama mereka bersalaman, sebuah asap hitam melingkar diantara tangan mereka
dan menghilang dalam sekejap seiring sapuan tangan dari si pendeta di atas asap
itu.
“untuk apa itu!!!” tanya Andika. Dia merasa
aneh setelah asap hitam itu menghilang tangannya terasa terbelenggu oleh rantai
yang sangat kuat. Dia menarik lengan kemeja panjangnya keatas. Dia terkejut
saat melihat sebuah rantai berwarna hitam bersarang ditangan kanannya. Rantai itu
seakan akan menjerat lengannya dengan ketat dan sulit dilepaskan.
“agar kau tidak ingkar janji” jawab si pendeta
enteng. “itu adalah rantai sumpah, jika kau melanggar janjimu, lari dari
tanggung jawabmu, atau ditengah perjalanan kau ingin menghentikan perjanjian
kita. Rantai itu akan membunuhmu.” Sambungnya lagi.
“hei, aku tidak akan ingkar janji.” Kata Andika
dengan nada protes.
Si pendeta kembali mencibir. Dia menatap mata
Andika dalam dalam lalu tersenyuk sinis. “manusia selalu ingkar janji, anak
muda. Mereka ditakdirkan begitu. Apa aku salah menjaga diri dari kemungkinan
itu” katanya sinis. Baginya manusia adalah makhluk yang tidak bisa dipercaya
dan sering berlari dari tanggung jawab mereka.
“bagaimana denganmu sendiri?”
“sudah kubilang hanya manusia yang ingkar janji bukan” kata si pendeta
tepat di samping telinga Andika. Dia
menepuk bahu Andika lalu pergi meninggalkan Andika yang sibuk melepaskan rantai
sumpah itu dari tangannya. Seiring dengan langkah si pendeta yang semakin
menjauh. Muncul kabut aneh yang pekat menutupi langkah yang ditinggalkan oleh
si pendeta. Kabut yang cukup tebal untuk bulan Juli yang kering. Si pendeta lalu
menghilang seperti kilat di dalam kabut. Setelah menghilangnya si pendeta,
angin bulan juli yang hangat muncul kembali menyapu kabut misteri itu dari
taman yang kosong meninggalkan Andika sendiri dibawah bulan sabit.
Andika terduduk lesu di bangku taman itu
sendirian. Dia sudah mengerahkan semua tenaganya untuk melepaskan rantai sumpah
itu tapi tidak berhasil. Dia memungut foto Angela dan Kultana lalu dibawanya
pulang. Dia sudah siap memainkan perannya. Dia tidak memikirkan apa yang sedang
dilakukan oleh si pendeta. Yang terpenting baginya saat ini adalah menjalankan
tugasnya dan mendapatkan keabadian yang selalu di dambakannya selama ini.